Makna Lagu Lenggang Puspita – Afgan. November 2025 masih bergema dengan getar nostalgia dari penampilan Afgan di Snada Indonesia awal Oktober lalu, di mana ia membawakan “Lenggang Puspita” dengan vokal yang memikat ribuan penonton. Lagu ini, versi daur ulang ikonik yang rilis pada 2019, awalnya jadi kejutan manis di konser dekade-nya. Kini, di tengah tren musik yang campur aduk retro dan modern, maknanya terasa segar: kekaguman pria biasa pada wanita anggun yang seperti bunga puspita, penuh pesona tapi sulit diraih. Video live dari panggung itu langsung viral di platform sosial, dengan jutaan tayangan yang picu banjir cover dan cerita pribadi. Di era asmara instan ini, lagu puitis seperti ini mengingatkan kita bahwa rindu bisa datang pelan, tapi menusuk dalam. Apa yang buatnya abadi? Kemampuannya gabungkan irama tradisional dengan sentuhan pop, sambil ajak pendengar renungkan keindahan yang tak tergantikan. BERITA VOLI
Latar Belakang Lagu dan Makna Inti: Makna Lagu Lenggang Puspita – Afgan
“Lenggang Puspita” aslinya lahir pada 1986 dari tangan maestro Guruh Soekarnoputra, sebagai ungkapan romansa puitis yang terinspirasi budaya Jawa. Lagu ini menceritakan perspektif pria yang terpukau oleh seorang dara—wanita muda yang anggun melangkah seperti bunga puspita yang mekar. Lirik pembuka, “Oh dara, ke mana kau pergi melangkah lenggang puspita”, langsung lukiskan pemandangan itu: langkah ringan yang penuh pesona, bikin hati penonton tergoda tapi tak berdaya.
Makna intinya adalah campuran kekaguman dan kerinduan yang tak tersampaikan. Bukan sekadar pujian fisik, tapi penghargaan atas keanggunan jiwa yang bikin pria merasa kecil di hadapannya. Bagian “Kau bagaikan bunga puspita yang mekar di taman hatiku” tekan metafor itu: wanita idaman seperti bunga langka yang harum tapi rapuh, layak dirawat tapi sulit dimiliki. Saat versi asli rilis, lagu ini jadi favorit di kalangan yang suka musik etnik-pop, resonan dengan pendengar yang rasakan jatuh cinta diam-diam. Versi Afgan pada 2019 tambah lapisan modern: vokalnya yang lembut dan aransemen ringan buatnya terasa segar, tapi tetap hormati akar tradisional. Hingga kini, irama gamelan campur gitar akustiknya ajak kita bayangkan: sudahkah kita pernah lihat seseorang yang langkahnya saja bikin dunia terasa lebih indah?
Versi Daur Ulang Afgan dan Proses Adaptasi: Makna Lagu Lenggang Puspita – Afgan
Tahun 2019 jadi titik balik bagi lagu ini saat Afgan pilih “Lenggang Puspita” sebagai tribut untuk Guruh Soekarnoputra di konser dekade-nya. Afgan cerita bahwa ia jatuh hati pada lirik puitis itu saat dengar versi lama, dan ingin bawa ke generasi baru agar tak pudar. Proses adaptasinya melibatkan kolaborasi dengan musisi etnik, di mana ia sesuaikan tempo agar lebih pop, tapi jaga nuansa lenggang—langkah santai yang penuh makna. Afgan latihan vokal berjam-jam untuk tangkap rasa kagum yang halus, tambah ad-lib lembut di bridge “Kau datang bagai angin sepoi menyapa hatiku” agar terasa seperti bisik rahasia.
Aransemennya sederhana tapi efektif: gamelan halus dicampur beat ringan, buat lagu ini cocok dari panggung besar ke playlist harian. Saat rilis, versi ini langsung dapat pujian dari Guruh sendiri, yang bilang Afgan berhasil hidupkan lagu seperti bunga baru mekar. Di 2025, penampilan di Snada Indonesia Oktober lalu tunjukkan evolusinya: Afgan duet virtual dengan elemen tradisional, tambah kedalaman emosional yang bikin penonton terhanyut. Adaptasi ini bukan cuma daur ulang, tapi penghormatan: lagu yang dulu etnik kini jadi jembatan budaya, ajak pendengar muda pahami bahwa pesona sejati tak butuh kata-kata mewah, cukup langkah anggun yang meninggalkan jejak.
Resonansi Terkini dan Dampak Budaya
Di 2025, “Lenggang Puspita” alami kebangkitan lewat kolaborasi tak terduga di Grand Final Indonesian Idol XIII Mei lalu, di mana Afgan duet dengan runner-up Fajar Noor. Penampilan itu guncang panggung, dengan vokal Fajar yang mirip Afgan picu reaksi lucu dari sang senior—ia bilang tak ingin disebut mirip, tapi bangga lihat generasi baru ambil alih. Video duet itu ditonton jutaan kali, banjir komentar yang hubungkan lirik dengan cerita asmara modern: dari kagum pada gebetan di kafe hingga rindu pasca-putus.
Tren ini lanjut di Snada Indonesia Oktober, di mana Afgan nyanyi solo tapi libatkan penonton bernyanyi bareng, picu gelombang cover di platform video pendek. Ribuan unggahan reinterpretasi lagu dengan dance tradisional atau versi akustik tunjukkan fleksibilitasnya: dari backsound konten romantis ke simbol kekaguman diri sendiri. Dampak budayanya luas—di tengah isu identitas digital, lagu ini dorong diskusi tentang keanggunan alami versus filter sempurna. Psikolog asmara sering kutip metafor puspitanya untuk bahas bagaimana kekaguman bisa jadi awal penyembuhan hati. Lonjakan streaming 40 persen sejak Mei, terutama di kalangan usia 18-30, inspirasi musisi muda ciptakan lagu serupa yang gabung etnik dan pop. Resonansi ini buktikan lagu tak lekang: ia ajak kita hargai pesona sederhana di dunia yang ribut, entah itu wanita idaman atau momen kecil yang bikin hati mekar.
Kesimpulan
“Lenggang Puspita” versi Afgan tetap jadi lagu yang menyapa lembut, buktikan makna kekaguman bisa abadi meski zaman berganti. Dari tribut 2019 hingga duet Idol dan Snada 2025, ia evolusi jadi simbol rindu puitis yang kita semua butuh. Di November ini, saat asmara terasa rumit, lagu ini ingatkan: pesona sejati datang seperti langkah lenggang, pelan tapi tak terlupakan. Dengarkan lagi, dan rasakan bagaimana satu lirik bisa buat hati terpukau seperti bunga puspita di taman rahasia. Mungkin, itulah keajaibannya—mengajarkan bahwa kagum tak perlu dimiliki, cukup disaksikan dengan hati terbuka.

