makna-lagu-one-last-time-ariana-grande

Makna Lagu One Last Time – Ariana Grande

Makna Lagu One Last Time – Ariana Grande. “One Last Time” tetap jadi salah satu balada paling menghantui sekaligus paling indah dalam perjalanan karier penyanyi bersuara tinggi itu. Dirilis Februari 2015 sebagai single ketiga album kedua, lagu ini langsung melesat ke posisi 13 di Amerika dan top 10 di banyak negara lain. Dengan beat house yang lembut, drop emosional, dan lirik yang terdengar seperti permohonan terakhir kepada mantan kekasih, lagu ini awalnya dianggap sekadar breakup song biasa. Namun setelah tragedi Manchester 2017, maknanya berubah drastis, menjadi lagu harapan, pengampunan, dan perpisahan abadi yang jauh lebih dalam. Hingga 2025, setiap kali lagu ini diputar di konser amal atau playlist nostalgia, orang masih menangis, bukti kekuatannya tak pernah pudar. BERITA BOLA

Latar Belakang dan Perubahan Makna: Makna Lagu One Last Time – Ariana Grande

Awalnya, “One Last Time” ditulis sebagai permintaan maaf kepada mantan yang disakiti karena perselingkuhan. Baris “I was a liar, I gave into the fire / I know I should’ve fought it” adalah pengakuan jujur bahwa ia yang salah dan ingin “satu kali lagi” sebelum benar-benar berpisah. Video musiknya yang dramatis, dengan tema kiamat dan penyanyi berusaha menyelamatkan orang lain sambil dunia runtuh, seolah meramalkan peran lagu ini nanti. Setelah bom di konser Manchester, penyanyi itu memilih lagu ini sebagai penutup konser One Love Manchester. Saat puluhan ribu orang bernyanyi bersama sambil menangis, lagu itu berubah jadi doa kolektif bagi para korban, seolah meminta mereka “satu kali lagi” untuk bersama sebelum pergi selamanya.

Analisis Lirik: Permohonan yang Kini Terasa Abadi: Makna Lagu One Last Time – Ariana Grande

Liriknya sederhana tapi menusuk. “So one last time / I need to be the one who takes you home” kini terdengar seperti janji kepada korban bahwa mereka tak akan sendiri saat pergi. Bagian “I don’t deserve it / I know I don’t deserve it / But stay with me a minute” berubah dari permohonan egois jadi permintaan waktu ekstra untuk mengucapkan selamat tinggal. Refrain “One last time” yang berulang seperti mantra pengampunan, baik kepada diri sendiri maupun kepada dunia yang kejam. Banyak penggemar yang kehilangan teman atau keluarga di konser itu mengatakan lagu ini jadi cara mereka berkomunikasi dengan yang sudah tiada.

Warisan dan Penampilan yang Tak Terlupakan

Konser One Love Manchester menjadi titik balik: saat penyanyi itu hampir tak bisa bernyanyi karena menangis di panggung, penonton mengambil alih refrain dengan suara yang mengguncang stadion. Momen itu direkam dan ditonton ratusan juta kali, menjadikan “One Last Time” salah satu penampilan live paling emosional abad ini. Setiap tur setelahnya, lagu ini selalu jadi penutup atau encore yang paling ditunggu, sering disertai foto-foto korban di layar besar. Hingga sekarang, setiap 22 Mei, lagu ini kembali trending karena penggemar memutarnya sebagai bentuk penghormatan.

Kesimpulan

“One Last Time” membuktikan bahwa lagu bisa berubah makna seiring waktu dan tragedi. Dari permohonan egois seorang kekasih yang bersalah, ia menjadi doa universal untuk perpisahan yang tak diinginkan. Lagu ini mengajarkan bahwa “satu kali lagi” adalah harapan paling manusiawi yang pernah ada, baik dalam cinta, kehilangan, atau duka. Sepuluh tahun setelah rilis, “One Last Time” tetap jadi pengingat bahwa musik bisa menyembuhkan luka yang tak terlihat, dan bahwa terkadang, satu lagu cukup untuk membuat dunia merasa sedikit lebih utuh lagi.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *